Senin, 25 Mei 2009

Ciri orang yang terkena batu ginjal dan liver


Ciri orang yang terkena batu ginjal dan liver
Gumpalan padat seperti kerikil yang terdapat diberbagai bagian dari ginjal atau saluran kemih. Batu ginjal terbentuk akibat kelebihan garam dalam aliran darah yang kemudian mengkristal dalam urin.

Gejala: nyeri hebat pada pinggang diatas ginjal yang dapat menyebar ke perut bagian bawah, keluar serpihan batu kecil-kecil seperti pasir dan bengkak pada pinggang yang menandakan adanya infeksi di ginjal.

Penyebab: kurang minum yang menyebabkan urin mengental dan terbentuk batu, kelebihan asam urat dalam darah serta infeksi pada ginjal.

Kerusakan pada liver memiliki dampak besar pada berbagai proses dalam tubuh, termasuk pencernaan, penyerapan, penyimpanan, dan penggunaan vitamin dan mineral. Selain itu, produksi protein tubuh juga menurun, produksi lemak berubah sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan lemak dalam liver. Pembuatan enzym yang penting untuk mendetoksifikasi alkohol dan racun-racun lain juga berkurang sehingga zat-zat ini menumpuk dalam tubuh.
Penyakit Liver menyebabkan malnutrisi karena tiga alasan;

  1. Menghambat/mengganggu pencernaan dan penyerapan makanan.
  2. Mempengaruhi penggunaan gizi dalam tubuh.
  3. Mengurangi pemasukan makanan karena rasa mual, hilangnya selera makan, dan muntah.

Produksi, penggunaan, dan pengeluaran/ekskresi protein, karbohidrat, dan lemak berubah. Dan penyerapan serta penggunaan berbagai vitamin dan mineral berkurang bila liver tidak berfungsi dengan semestinya.

VITAMIN-VITAMIN
Liver memainkan peranan penting dalam beberapa langkah metabolisme vitamin. Vitamin terdiri dari vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (fat-soluble) seperti vitamin A, D, E dan K atau yang larut dalam air (water-soluble) seperti vitamin C dan B-complex.
Para pasien dengan penyakit liver tahap lanjut mungkin menjadi kekurangan vitamin-vitamin yang larut dalam air, tetapi ini biasanya terjadi karena masukan makanan dan gizi yang kurang/tidak layak. Penyimpanan vitamin B12 biasanya jauh melebihi kebutuhan tubuh; kekurangan (defisiensi) jarang terjadi karena penyakit liver atau gagal liver. Tetapi, ketika masukan gizi makanan menurun, biasanya tubuh juga kekurangan thiamine dan folate. Biasanya suplemen oral cukup untuk mengembalikan thiamine dan folate ke level normal.
Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak tidak hanya membutuhkan masukan gizi makanan yang cukup tetapi juga pencernaan yang baik serta penyerapan yang baik oleh tubuh. Itulah sebabnya produksi bile dalam jumlah normal sangat penting. Bile di dalam perut/usus dibutuhkan untuk penyerapan vitamin-vitamin larut lemak ini kedalam tubuh karena vitamin-vitamin ini biasanya tidak dapat larut dalam air. Bile bekerja sebagai deterjen , memecah-mecah dan melarutkan vitamin-vitamin ini agar mereka dapat diserap tubuh dengan baik.
Jika produksi bile buruk, suplemen oral vitamin-vitamin A, D, E, K mungkin tidak akan cukup untuk mengembalikan level vitamin ke level normal. Penggunaan larutan serupa deterjen dari vitamin E cair (TPGS) meningkatkan penyerapan vitamin E pada pasien dengan penyakit liver tahap lanjut. Larutan yang sama juga dapat memperbaiki penyerapan vitamin A, D, dan K jika vitamin K diminum secara bersamaan dengan cairan vitamin E.

sumber: “Living with Hepatitis C: A Survivor’s Guide” by Gregory T. Everson, M.D., and Hedy Weinberg. 1997, Hatherleigh Press
VITAMIN A
Pemasukan vitamin A dalam jumlah cukup dapat membantu mencegah penumpukan jaringan sel yang mengeras, yang merupakan karakteristik penyakit liver. Tetapi penggunaan vitamin yang fat-soluble ini untuk jangka waktu panjang dan dengan dosis berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan liver dan penyakit liver.

VITAMIN E
Vitamin E dapat mencegah kerusakan pada liver dan sirosis, menurut para ahli di Universitas Turin di Italia. Mereka mengadakan percobaan dengan memberi suplemen vitamin E pada tikus-tikus dalam jumlah yang meningkatkan konsentrasi vitamin E liver. Tikus-tikus itu kemudian diberi karbon tetraklorida untuk mengetes apakah perawatan dengan vitamin E yang dilakukan sebelumnya dapat melindungi mereka baik dari kerusakan liver akut/kronis dan sirosis. Suplemen vitamin E meningkatkan kandungan vitamin dalam tiga bagian liver dan mengurangi kerusakan oxidative pada sel-sel liver, tetapi tidak memiliki dampak perlindungan apapun pada infiltrasi lemak liver. Sirosis juga tampak dapat dicegah dalam kelompok tikus yang diebri suplemen vitamin E. Tampaknya vitamin E memberi cukup perlindungan terhadap nekrosis akibat karbon tetraklorida dan sirosis, mungkin dengan mengurangi penyebaran proses oksidasi lipid dan mengurangi jangkauan kerusakan oksidatif liver.

VITAMIN K
Vitamin K dalam dosis tinggi dapat menyebabkan jaundice dan kerusakan sel-sel otak pada janin/bayi.

BETA KAROTEN
Level beta karoten dalam tubuh pasien-pasien dengan sirosis liver sangat rendah, sebaliknya diet dengan beta karoten yang tinggi dapat mengurangi kerusakan liver. Sirosis liver seringkali diasosiasikan dengan meningkatnya aktivitas komponen-komponen berbahaya yang disebut radikal bebas yang dapat meningkatkan risiko kanker hati. Sebagai antioksidan, beta karoten dapat mencegah terbentuknya radikal-radikal bebas yang mungkin berbahaya.

NIACIN
Meskipun hypercholesterolemia (adanya kolesterol yang berlebihan di dalam darah) dapat dirawat secara efektif dengan niacin, para peneliti di Virginia Commonwealth University memperingatkan bahwa bentuk sustained-release niacin adalah hepatotoxic (sifatnya beracun bagi liver) bentuk immediate-release juga dapat menimbulkan efek samping negatif.

BIOTIN
Penggunaan biotin dalam dosis besar untuk waktu yang lama dapat menyebabkan pembesaran yang abnormal pada liver.

CHOLINE
Kerusakan pada liver mungkin merupakan tanda kekurangan choline. Fragmen-fragmen lemak menumpuk dalam liver karena triglycerides harus dikemas sebagai VLDL (very low density lipoprotein) untuk dapat dipindahkan dari liver, tetapi VLDL membutuhkan phosphstidylcholine untuk dapat berfungsi. Akibatnya, VLDL tidak dapat dipindahkan dari liver selama tubuh masih kekurangan choline. Orang-orang yang dietnya kurang choline menunjukkan disfungsi enzym liver dan meningkatnya kolesterol darah dalam waktu tiga minggu. Gejala-gejala ini berbalik dalam waktu dua sampai enam minggu setelah suplementasi lecithin, yang meningkatkan level choline dalam darah.

COPPER (TEMBAGA)
Gangguan penggunaan tembaga yang bersifat keturunan yang disebut Wilson’s disease dikarakterisasikan dengan penumpukan tembaga yang berlebihan di sel-sel tubuh dan mengakibatkan menurunnya fungsi liver. Perawatan untuk Wilson’s disease mencakup juga diet yang rendah akan tembaga dan pengobatan dengan penicillamine yang mengikat pada tembaga dan meningkatkan ekskresinya dalam usus.

SELENIUM
Suatu penelitian menunjukkan bahwa orang-orang dengan atau tanpa penyakit liver memiliki masukan selenium dalam jumlah yang sama, tetapi orang-orang dengan penyakit liver memiliki jumlah yang lebih rendah dari mineral tersebut dalam liver dan darah.
Akibat nutrisional lain dari penyakit liver antara lain adalah berkurangnya pembentukan vitamin D, yang dapat mengakibatkan osteoporosis, peningkatan hilangnya vitamin B6 dan kemungkinan adanya gangguan dan kekurangan pembentukan protein yang mengangkut vitamin A dalam darah. Sebagai tambahan, tubuh akan semakin mungkin kekurangan dan kehilangan folic acid, kalsium, magnesium, dan zat besi.
materi referensi:

  1. Bahasa Inggrisnya hati adalah liver. Jika yang anda tanyakan apakah kanker hati sama dengan kanker liver, jawab ya. Tapi, bila yang anda maksud apakah kanker hati sama dengan sakit liver, itu berbeda. Sakit liver sama dengan sakit hepatitis, bila tidak disembuhkan secara tuntas akan menyebabkan sirosis hati (pengerasan hati). Dan terus berkembang menjadi kanker hati. Jadi, sakit liver itu merupakan cikal bakal kanker hati. Sebenarnya, semua hepatitis, dari A hingga G dan TT. Bisa menjadi pemicu kanker hati bila tidak ditangani secara tuntas. Oleh karena itu, penderita hepatitis diharapkan melakukan pengobatan dengan seksama. Karena berkembangnya penyakit ini menjadi sirosis, hampir dirasakan tanpa ada gejala sama sekali.
  2. Dari prosesnya, dimulai dari hepatitis yang merupakan peradangan pada hati. Peradangan yang tidak ditangani dengan baik dalam waktu tidak begitu lama ini menyebabkan peradangan terjadi tidak hanya pada bagian tertentu pada hati, tapi sudah menjalar ke seluruh organ hati yang mengakibatkan banyak sel-sel hati yang mati. Akibatnya, bentuk hati yang semula normal menjadi berubah, begitu pula dengan fungsi. Pada fase ini disebut sirosis hati. Pada fase berikutnya, akibat tidak berfungsi hati sama sekali, sel-sel hati tersebut membuat sel-sel baru yang abnormal yang disebut ketumbuhan. Ketumbuhan yang tumbuh dari organ itu sendiri yang mengalami mutasi genetis. Mutasi genetis tersebut menyebabkan sel tumbuh tidak normal dan bersifat destruktif, yakni tidak mengikuti aturan hukum-hukum pertumbuhannya dan cenderung merusak. Inilah yang disebut kanker hati. Jadi, penyebab kanker hati berasal dari penyakit hati (hepatitis) yang terus berkembang lalu menjadi kanker.
  3. Gejala-gejala dari hepatitis sangat sulit dideteksi. Kendati demikian, gejala utama yang sangat jelas adalah kulit, mata dan kuku menjadi kekuningan. Serta bila buang air kecil, warnanya seperti teh meski tidk pernah minum teh sebelumnya. Di samping itu, dalam kaidah herbalis, untuk mendeteksi seseorang mempunyai hepatitis atau tidak dapat dilakukan dengan meminta pasien untuk menggerakkan kedua jari manisnya. Bila kedua jari manisnya sulit digerakkan ada indikasi gangguan pada hatinya. Semakin sulit digerakkan menandakan semakin parah gangguan tersebut.
  4. Bila belum terjadi, menjaga pola makan dan gaya yang hidup yang sehat adalah syarat mutlak untuk hidup sehat. Tapi, jika sudah terserang, maka sebaiknya menghindari makanan yang tinggi protein dan lemak. Serta banyak minum air putih.
  5. Herba bisa diminum bersama obat-obat dokter. Dengan catatan, herba diminum 30 menit sebelum makan, dan obat-obat dokter diminum 1 jam setelah makan. Kedua obat tersebut jangan diminum pada saat yang bersamaan, selain akan menghilangkan khasiat, juga akan langsung ditolak oleh tubuh dengan dibuang melalui air seni.
  6. Bisa mencoba mengonsumsi Shark Cartilage , Teh Herba dan Teh Mahkota Dewa. Untuk Shark Cartilage , dosis disesuaikan berat tubuh teman anda, 1 kapsul sama dengan 10 kg berat badan. Bila berat badan teman anda 50 kg, maka dosis Shark perhari adalah 5 kapsul.

Jika di tempat anda ada daun keladi tikus, gunakan daun keladi tikus untuk mengatasi kanker tersebut. Ambil 7 helai daunnya, dibersihkan, lalu direbus dengan panci tanah. Diminum 3 x sehari. Satu rebusan untuk satu kali minum.

(tipstrik.com)


Artikel tentang Penyakit Epilepsi

FARMAKOLOGI PENGOBATAN PENYAKIT EPILEPSI


A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsy cukup beragam; cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsy dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa saja. Jumlah penderita epilepsy meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum diperoleh gambaran bahwa insidensi epilepsy menunjukkan pola bimodal: puncak insidensi terdapat pda golongan anak dan usia lanjut.
Factor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsy idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsy simtomatic akut dan epilepsy pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat peri-atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsy menonjol, ialah epilepsy idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan sindro yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang buruk. (1)
Epilepsy simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangioleh masalah antenatal atau perinatal dengan difisit neurologik yang jelas. Semntara itu, dipandang darikemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut :
· Apabila pada saatlahir telah terjadi deficit neurologik maka dalam waktu 12 bulan pertama seluruh kasus

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud epilepsy ?
2. Sebutkan penyebab dari epilepsy ?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epilepsi
Epilepsy merupakan gangguan susu saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (Unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, dominant dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptic. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membrane neuron.
Epilepsy yang sukar untuk mengendalikan secara medis atau pharmacoresistant, sebab mayoritas pasien dengan epilepsy adalah bersifat menentang, kebanyakan yang sering terserang terlebih dahulu yaitu bagian kepala. Obat yang bisa menenangkan antiepileptic yang standar. Berkaitan dengan biomolekular basis kompleksnya. Sakit kepala yang menyrang sukar sekali untuk diperlakukan secara pharmakologis, walaupun obat antiepileptic sudah secara optimal diberikan, sekitar 30-40% tentang penderita epilepsy yang terjangkit, biasanya pasien melakukan operasi pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit sementara. Akan tetapi gejala epilepsy akan timbul sesekali, karena epilepsy sukar untuk dihilangkan rasa sakit kepala yang menyerang.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsy. Penggunaan narkotik dan peminum alcohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Di Inggris, satu orang diantara 131 orang menyindap epilepsy. Jadi setidaknya 456000 penyidap epilepsy di Inggris.
Epilepsy dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir, angka kejadian epilepsy pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsy seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu diantara 100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsy dan kurang lebih 2,5 juta diantraranya telah menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsy (2004 Epilepsy,com).

B. Gejala Epilepsi
· Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, dibagian dalam serebrum dan bahkan di batang otak dan thalamus, kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.
· Epilepsy Peti mal
Epilepsy ini biasanya ditandai dnegan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, dimana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch-like), biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
· Epilepsy Fokal
Epilepsy fokal dapat melibatkan hamper setiap bagian otak, bagi regoi setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsy fokal disebabkan oleh resi organic setempat atau adanya kelainan fungsional.
System saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi). Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawah neurotransmitter seperti GABA (gamma-aminobutiric acid) dan glutamate melalui sel-sel saraf 9neuron) ke organ-organ tubuh yang lain.
Factor mencetus epilepsy :
· Tekanan
· Kurang tidur atau rehat
· Sensitive pada cahaya yang terang (photo sensitive), dan
· Minum minuman keras
· Kejadian paroksismal
Diagnosis banding untuk kejadian yang bersifat paroksismal meliputi sinkrop, migren, TIA (Transentlschaemic Attack), paralysis periodic, gangguan gastrointestinal, gangguan gerak dan breath holding spesll. Diagnosis ini bersifat mendasar
· Epilepsy parsial sederhana
Diagnosis ini meliputi TIA, migren, hiperventilasi, tics, mioklonus dan spasmus hemifasialis. TIA dapat muncul dengan gejala sensorik yang dibedakan dengan epilepsy parsial sederhan. Keduanya paroksimal, bangkitan dapat berupa kehilangan pandangan sejenak dan mengalami penderita lanjut usia.
· Epilepsy parsial kompleks
Diagnosis banding ini berkaitan dengan tingkat kehilangan kesadaran, mulai dari drop anttacks sampai dengan pola perilaku yang rumit. Secara umum diagnosis ini meliputi sinkrop, migren, gangguan tidur, bangkitan non epileptic, narkolepsi, gangguan metabolic dan transient global amnesia.

C. Penyebab Epilepsi
Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsy, baik yang idiopatik maupun yang non idiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresi aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medicinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptic jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoim. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahuiumur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 35 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg.kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg.kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan.
Efek anti konvulsan dapat dinilai dari “follow up”. Penderita dnegan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan “follow up” dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikkan sedikit. Bila frekuensinya tetap, tetapi serangan epileptic dinilai oleh orang tua penderita atau penderita epileptic Jakson motorik/sensorik/’march’ sebagai ‘enteng’ atau’jauh lebih ringan’, maka dosis yang digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikkan atau ditambah dnegan antikonvulsan lain.
· Pemeriksaan pencitraan otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapid ata EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vascular tertentu dan penyakit demielinisasi.

D. Pencegahan Epilepsi
Evaluasi penderita dnegan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan factor penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Diagnosis epilepsy didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinik dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologist. Penderita aqtau orang tuanya perlu diminta keterangannya tentang riwayat adanya epilepsy dikeluarganya. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa pemeriksaan antara lain :
· Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini menapis sebab-sebab terjadinya bangkitan dnegan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada usia lanjut auskultasi di daerah leher penting untuk menditeksi penyakit vascular. Pada anak-anak dilihat dari pertumbuhan yang lambat, adenoma sebasea (tuberous sclerosis) dan organomegali (srorage disease).
· Elektro-ensefalograf
Pada epilepsy pola EEG dapat membantu untuk nenetukan jenis dan lokasi bangkitan. Gelombang epileptiform berasal dari cetusan paroksismal yang bersumber pada sekelompok neuron yang mengalami depolarisasi secara sinkron. Gambaran epileptiform anatarcetusan yang terekam EEG muncul dan berhenti secara mendadak, sering kali morfologi yang khas.
· Pemeriksaan pencitraan otak
MREI bertujuan untukmelihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Disamping itu juga dapat mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi vascular tertentu dan penyakit demielinisasi.

E. Pengobatan Epilepsi
Obat pertama yang paling lazim dipergunakan
(seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin).
· Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsy yang baru
· Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjar dan osteomalakia.
Obat kedua yang lazim digunakan :
(seperti: lamotrigin, tiagabin dan gabapetin)
· Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah menggunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan obatan kedua
· Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia
· Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran.

A. Kesimpulan
Epilepsy merupakan gangguan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungtsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama.
Penyebab terjadinya epilepsy :
1. Cedera otak
2. Keracunan
3. Infeksi
4. Infestasi parasit
5. Tumor otak
6. Epilepsi idopatik

B. Saran
Saran kami tujuan kepada masyarakat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi minuman keras yang akibatnya akan mengalami kehilangan kesadaran, karena hal itu merupakan factor utama epilepsy kompleks
Dianjurkan kepada petugas kesehatan untuk tidak melakukan operasi pembedahan sembarangan karena hal itu hanya menghilangkan rasa sakit sementara dan suatu saat gejala epilepsy akan timbul kembali.

(windhamrec.com)


Rutin Minum Obat Kimia Membuat Tubuh dan Penyakit Makin Resisten!

Banyak praktisi kesehatan terlebih masyarakat awam, tidak mengetahui FAKTA bahwa makin rutin kita memakai obat-obatan kimia, makin resisten (menolak dan kebal) pula tubuh dan penyakit MELAWAN pengobatan yang diberikan. Jika pengobatan kimia ini diteruskan, ini akan mengakibatkan kerusakan yang cukup fatal bahkan kematian! ARV yang jadi andalan para Odha pun juga demikian.

Hal ini dengan sederhana bisa kita pelajari dari sejarah atau fakta keseharian di sekitar kita. Coba Anda perhatikan bahwa seseorang yang sudah terbiasa meminum obat flu (misal: Sanaflu, Fludan, Inzana, dll) setiap kali terserang influensa, dosis yang diminum lama-kelamaan semakin meningkat. Ini bukan menandakan virus flunya yang makin kebal, tapi suatu petunjuk bahwa tubuhnya makin resisten.

Contoh lain, khusus untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri, para dokter medis konvensional akan memberikan antibiotik sintetis pada pasien. Pemakaian rutin antibiotik ini pun tetap saja membuat bakteri makin resisten. Pasien lama-kelamaan akan menaikkan dosis antibiotiknya.

Antibiotik sintetis yang diberikan dengan tujuan mematikan bakteri penyebab penyakit ternyata juga mematikan bakteri lainnya yang SANGAT kita butuhkan untuk bisa tetap sehat. Jika bakteri penyebab penyakit ini masih tersisa, bakteri ini akan resisten juga terhadap pengobatan kimia yang diberikan. Jika pasien tetap diberikan antibiotik sintetis secara rutin, bukan hanya resistensi bakteri saja yang akan terjadi, tapi efek samping juga makin banyak bermunculan karena “bakteri menguntungkan” telah banyak dimatikan oleh antibiotik ini.

Hukum Alam telah menetapkan bahwa tiap organisme memiliki kecenderungan untuk bertahan hidup. Virus, bakteri, jamur, dan mikroba lainnya telah ditetapkan dalam Hukum Alam untuk bisa BERADAPTASI dan bertahan hidup. Adaptasi mikroba inilah yang menyebabkan mereka bisa bermutasi dan resisten.

Salah satu ciri Hukum Alam adalah segala mikroba telah dirancang untuk BERADAPTASI dan bertahan hidup dari “racun” atau “serangan” sintetis (buatan manusia). Ciri Hukum Alam berikutnya adalah segala mikroba memiliki “penghancur” alaminya tersendiri dimana mikroba tersebut TIDAK AKAN PERNAH bisa beradaptasi dan bertahan hidup. Hukum Alam ini sudah merupakan bagian dari rancangan Tuhan dan jika kita bijaksana, kita tinggal memanfaatkannya saja.

Itulah sebabnya mengapa segala cara tidak alami dari manusia untuk membasmi penyakit selalu mendapatkan penolakan baik dari tubuh kita sendiri (berupa efek samping) dan juga penyakit yang kita ingin basmi. Lain halnya jika kita memakai herbal atau terapi alami lainnya untuk memusnahkan penyakit, pengobatan alami tersebut mengandung “zat pembunuh alami” bagi mikroba tertentu. Dan yang harus Anda sadari adalah zat pembunuh alami ini telah dirancang oleh Tuhan dalam KemahabijaksanaanNya untuk bisa membunuh mikroba-mikroba tertentu tanpa menimbulkan resistensi.

Sama seperti Kucing adalah pemangsa alami hama tikus, dan tikus TIDAK BERDAYA melawan kucing, kandungan alami dalam pengobatan alami, seperti misalnya propolis lebah memiliki kandungan polifenol yang tinggi, sangat efektif dalam membasmi berbagai virus dan bakteri, dengan aman dan mikroba tersebut tak berdaya untuk bisa “melawan balik” atau resisten. Ini sudah menjadi Hukum Alam dari Tuhan yang Maha bijaksana, yang telah merancangkan jauh-jauh hari di awal penciptaan bumi.

Jadi, jika Anda ingin mendapatkan pengobatan yang tubuh dan penyakit kita sendiri tidak akan resisten, pakailah pengobatan alami ciptaan Tuhan. Tuhan telah mempersiapkan musuh dan pembunuh alami bagi mikoba-mikroba penyebab penyakit. Apa Anda meragukan hikmatNya dengan cara meragukan rancangan dan ciptaan Tuhan ini?

ARV Jika Diminum Rutin, Tubuh dan Penyakit Akan Tetap Resisten

Salah satu DUSTA BESAR medis konvensional adalah Odha wajib minum ARV supaya virus tidak resisten. Saya sungguh prihatin dengan para Odha yang tidak memiliki pengetahuan cukup tentang sains kesehatan. Mereka menerima “doktrin” ini begitu saja karena mereka SEDANG DILANDA KEKHAWATIRAN YANG LUAR BIASA. Perasaan inilah yang membuat para Odha tidak bisa berpikir rasional dan mau menerima begitu saja apa yang dikatakan oleh dokter medis konvensional tanpa ada keraguan sedikitpun dan tanpa berusaha menyelidikinya.

ARV jika diminum rutin, tubuh dan penyakit akan tetap resisten terhadapnya. Jika Anda ingin bukti dari pernyataan kontroversial saya ini, silahkan perhatikan saja para Odha pemakai ARV disekitar Anda. Cepat atau lambat, mereka menaikkan dosis ARV atau mengganti jenis ARV supaya tidak memperlihatkan gejala oportunistik berlebih.

Lain halnya bagi para Odha yang menolak ARV dari sejak awal, kemudian memakai pengobatan alami secara rutin, mereka justru memperlihatkan kondisi yang MAKIN SEHAT SECARA PASTI (dan bisa dibuktikan secara lab) tanpa harus menaikkan dosis pengobatan!

Anda bisa menemukan cerita-cerita nyata dari para Odha yang mengalami kesembuhan dari AIDS tanpa ARV di artikel-artikel Healindonesia:

Disamping itu, yang perlu Odha sadari adalah yang membunuh para almarhum Odha adalah ARV itu sendiri, dan bukan HIV-nya! Kenapa bisa demikian? Karena HIV itu sendiri tidak pernah ada! Bayangkan saja, apa yang terjadi jika Anda sebenarnya hanya terinfeksi penyakit biasa (misal sakit perut, influenza, lymphadenitis, pneumonia, dll) tapi diberikan OBAT KERAS yang PENUH DENGAN EFEK SAMPING MEMATIKAN? Tentu saja cepat atau lambat, obat keras itulah yang akan membunuh Anda, bukan penyakit Anda! Itulah yang terjadi dengan para almarhum Odha yang rutin memakai ARV!

Info lebih detail yang menjelaskan bahwa HIV itu sendiri sebenarnya tidak ada, bisa Anda dapatkan di artikel:

Sedangkan info mengenai dampak ARV yang cenderung berbahaya daripada bermanfaat, bisa Anda dapat di artikel:

Contoh usaha perusahaan obat ARV dalam memanipulasi berita dan berusaha membohongi para Odha untuk supaya takut melepaskan ARV bisa Anda lihat di artikel:

ARV harus Odha konsumsi SEUMUR HIDUP dan tetap TIDAK MENYEMBUHKAN Odha, sedangkan pengobatan alami hanya dikonsumsi sampai mereka sembuh.

Jadi, saya tekankan kepada para Odha: TINGGALKAN ARV DAN MULAILAH PENGOBATAN ALAMI CIPTAAN TUHAN SEBELUM TERLAMBAT!!!

(healindonesia.wordpress.com)


Mendeteksi Penyakit Lewat Telapak Tangan

cara deteksi penyakit lewat telapak tangan


1. Kolesterol
Nah, klo ruas jari bagian atas kamu warnanya lebih merah dari telapak tangan, kamu harus waspada nih.. Itu berarti kandungan kolesterol di badan kamu cukup banyak. Bisa disebabkan karena banyak makan gorengan atau makanan berkolesterol lainnya.

2. Gula
Untuk mengecek kadar gula dalam tubuh, bisa dilihat dari kulit jari tangan di bawah kuku. Klo warnanya kehitaman, itu berarti kadar gula dalam darah kamu cukup besar. Berarti harus mengurangi makanan yang mengandung gula...

Eits, tapi kamu juga jangan langsung beralih ke gula buatan kaya Tropi**** Sl*m atau merk lain yg katanya bisa jadi solusi mengurangi gula darah. Itu salah besar!
Emang sih.. Aspartam itu rasanya manis. Tapi, sebenernya Aspartam lah penyebab penyakit Diabetes terbesar yang menyerang penduduk Indonesia. Jadi, saran saya.. Lebih baik mengkonsumsi gula asli daripada gula buatan. Resikonya lebih kecil.

3. Kesuburan
Gak tau sih apakah ini berlaku untuk laki-laki juga atau gak. Kesuburan wanita bisa dilihat dari kuku ibu jarinya. Biasanya di kuku bagian bawah kan ada lingkaran yg warnanya agak keputihan tuh.. Nah, semakin besar lingkaran itu, berarti semakin subur juga seorang wanita.
Tapi, itu cuma secara medis ya.. Harus tetep inget klo Allah Maha Berkehendak. Kita akan mempunyai keturunan dengan se-izin-Nya.

4. Konstipasi alias sembelit
Klo (maaf) BAB kurang lancar, itu juga bisa terlihat dari telapak tangan kita lho.. Urat-urat yg ada di telapak tangan biasanya berwarna kehitaman klo kita gak lancar BABnya.

(zanazahra.blogspot.com)

Artikel tentang Penyakit Malaria

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.

Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.

Penanganan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus.
Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah).
Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki apakah dapat menimbulkan efek samping yang merugikan. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan.
Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria. Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk penggunaan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya.

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 )
Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P. Vivax/Ovale.
Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.

PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
Selalu lakukan pemeriksaan secara legaartis, yang tdd :
Anamnesis secara lengkap (allo dan/ auto anamnesis bila memungkinkan)

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal dan lain-lain untuk mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi lain, misal :: punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.

Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen penting yaitu :
Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)

Pengobatan terhadap komplikasi
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang dilakukan di puskesmas sebelum dirujuk adalah :
A. Tindakan umum
B. Pengobatan simptomatik
C. Pemberian anti malaria pra rujukan : dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis tunggal)
A. Tindakan umum ( di tingkat Puskesmas ) :
Persiapkan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara :
Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri oksigen (O2)
Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)
Monitoring tanda-tanda vital antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya)
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.
Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi, warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.
Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk
Buat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai : identitas penderita, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding, tindakan & pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan, dan lain-lain yang dianggap perlu (misal : bila keluarga penderita menolak untuk dirujuk maka harus menandatangani surat pernyataan yang disediakan untuk itu). Catatan vital sign disatukan kedalam status penderita.

B. Pengobatan simptomatik :

Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.

C. Pemberian obat anti malaria spesifik :
Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis tunggal).

Cara pemberian :

Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).

Catatan :

Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/Kg BB
Hari I : 30 mg/Kg BB
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural berat.
Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas), yaitu :
Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.
Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)
Ditambah pengobatan terhadap komplikasi.

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

1. Malaria cerebral
Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada seorang penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak bentuk yang berat.
Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium, mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.

Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :
Ensefalopathy difus simetris.
Kejang umum atau fokal.
Tonus otot dapat meningkat atau turun.
Refleks tendon bervariasi.
Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.
Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).
Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul.
Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity.
Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.

Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang terlihat.
Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis, Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP).
Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik ringan.
Di derah endemik malaria, semua kasus demam dengan perubahan sensorium harus diobati sebagai serebral malaria, sementara menyingkirkan meningoensefalitis yang biasa terjadi di tempat itu.

Prinsip penatalaksanaan :
Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti pada malaria berat. Disamping pemberian obat anti malaria spesifik, beberapa hal penting perlu diperhatikan :
Perawatan pasien tidak sadar.
Pengobatan simptomatik : pengobatan hiperpireksia dan pengobatan yang cepat bila ada kejang. Cara pemberian anti piretik dan antikonvulsan seperti sudah dijelaskan diatas.
Deteksi dini & pengobatan komplikasi berat lainnya.
Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien-pasien dengan pemasangan IV-line, intubasi endotracheal atau kateter saluran kemih. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.

Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.
Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup. Pemasangan kateter dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah aspirasi pneumonia.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan hypostatic pneumonia.

Hal-hal yang perlu dimonitor :
Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap 6 jam.
Hitung parasit setiap 12-24 jam.
Hb & Ht setiap hari.
Gula darah setiap 4 jam.
Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum, creatinin & kalium darah pada komplikasi gagal ginjal ).
Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma score)
Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan malaria serebral tetapi menurut WHO sekarang tidak boleh dipakai karena berbahaya, yaitu :
? Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya
? Obat anti inflamasi yang lain
? Anti udem serebral (urea, manitol)
? Dextran berat molekul rendah
? Epinephrine (adrenalin)
? Heparin.
Penatalaksanaan pasien koma
Selalu memakai prinsip ABC ( A=Airway, B=Breathing, C=Circulation) + D=Drug [defibrilasi].
Airway ( jalan nafas ) :
Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :
Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll
Pasien posisi lateral
Tempat tidur datar/tanpa bantal.
Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan, dengan jalan : posisi lateral dan pemasangan NGT untuk menyedot isi lambung.
Breathing (pernafasan) :
Bila takipnoe, pernafasan asidosis : berikan penunjang ventilasi , misal : O2, dan rujuk ke ICU.

Circulation (kardiovaskular) :
Periksa dan catat : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila memungkinkan), turgor kulit, dll.
Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat.
Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk mengukur volume urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit [1 ml/kg BB/jam]. Bila volume urin <> 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
2. Anemia berat ( Hb < 5 gr % )
Bila Ht < 15 % atau Hb < 5 g %, tindakan :
Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg BB darah akan menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar atau PRC, dengan memonitor kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat memperberat kerja jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan furosemide 20 mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan balans cairan.
3. Hypoglikemia (Gula darah < 40 mg %)
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu hamil sebelum atau sesudah pemberian terapi kina (kina menyebabkan hiperinsulinemia), maupun penderita malaria berat lain dengan terapi kina. Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.

Tindakan :
a. Berikan 10 ? 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus (anak-anak : 1 ml/Kg BB)
b. Infus glukosa 5 % atau 10 % perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia berulang.
c. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia.

4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolume, hipotensi, ?Algid malaria? dan septikaemia
Sering terlihat pada pasien-pasien dengan :
Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan kurang)
Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid malaria)
Perdarahan masif GI tract
Mengikuti ruptur limpa
Dengan komplikasi septikaemia gram negative
Kolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis metabolik, respiratory distress dan gangguan fungsi / kerusakan jaringan.
Gejala : hipotensi dengan tekanan sistolik < 70 mm Hg pada orang dewasa dan < 50 mm Hg pada anak-anak, konstriksi vena perifer.
Gejala khas : kulit dingin, suhu 38-40 oC, mata cekung, cianosis pada bibir dan kuku, nafas cepat, nadi cepat dan dangkal, nyeri ulu hati, dapat disertai mual/muntah, diare berat.

Tindakan :
Koreksi hipovolemia dengan pemberian cairan yang tepat (NaCL 0,9 %, ringer laktat, dextrose 5 % in saline), plasma expander (darah segar, plasma, haemacell atau bila tidak tersedia dengan dextran 70) dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama 500 ml, bila tidak ada perbaikan tensi dan tidak ada overhidrasi, beri 1000 ml, tetes diperlambat dan diulang bila dianggap perlu.
Bila memungkinkan, monitor dengan CVP ( tekanan dipelihara antara 0 s/d +5 cm)
Bila terjadi hipovolemia menetap, diberikan Dopamin dengan dosis inisial 2 ug/Kg/menit yang dilarutkan dalam dextrose 5 %. [pada hipovolemia kontra indikasi untuk pemberian inotropik karena tidak akan menaikkan TD malah menimbulkan takikardi yang justru akan merugikan. Bila hipovolemia sudah teratasi tapi TD belum naik, kemungkinan kontraktilitas miokard yang jelek ? diperbaiki dengan pemberian Dobutamin, bukan Dopamin, dengan dosis sampai 20 µg/kg BB/m] dosis dinaikkan secara hati-hati sampai tekanan sistolik mencapai 80-90 mm Hg.
Periksa kadar gula darah untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglokemia.
Buat kultur darah dan resistensi test. Mulai segera pemberian antibiotik broad spektrum, misal : generasi ketiga sefalosporin bila tersedia, yang dapat dikombinasi dengan aminoglikosida bila fungsi renal sudah dipastikan baik (periksa juga ureum & kreatinin darah)
Apabila CVP tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balas cairan secara akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.

Pada Anak-anak :
Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5 % atau 10 % atau NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30 ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit. Misalnya : anak dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB (23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian maintenace 10 ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menit
Awasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.
5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )
Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Paling sering terjadi gagal ginjal pre-renal akibat dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal renal akibat tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita. Namun ARF sering terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya balans cairan secara akurat.
Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar serum kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu.

Bila terjadi oliguria (volume urin < 400 ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada dewasa atau < 0,5 ml/Kg BB/jam pada anak-anak setelah diobservasi/diukur selama 4-6 jam) disertai tanda klinik dehidrasi maka berikan cairan untuk rehidrasi dengan terus berhati-hati/ mengawasi apakah ada tanda-tanda overload.
Untuk itu awasi semua tanda-tanda vital, monitoring balans cairan, pemeriksaan auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous pressure (CVP) bila tersedia dan observasi volume urin.
Bila terjadi anuria. Berikan diuretik : Furosemid inisial 40 mg IV, observasi urin output. Bila tidak ada respon, dosis furosemid ditingkatkan progresif sampai maksimum 200 mg [dosis furosemid: 10-30 mg/jam] dengan interval 30 menit. Bila masih tidak respon (urin output ( - ) atau < 120 ml/2jam) periksa kadar ureum & kreatinin serum karena mungkin telah terjadi ARF.
Persiapkan penderita untuk dialisis atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis bila terjadi ARF. ARF biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat.
ARF yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung) sangat berbahaya bila tidak ditanggulangi secara cepat.
Tanda-tanda overload dari ringan sampai berat berupa : batuk-batuk, tensi meningkat/sedikit meningkat, nadi cepat, auskultasi paru ada ronki basah di basal bilateral paru, auskultasi jantung mungkin terdengar bunyi jantung tambahan (bunyi ke 3) dan JVP meningkat, serta pasien terlihat agak sesak sampai sesak nafas berat.
Bila ada tanda-tanda overload, segera hentikan pemberian cairan.
Rencanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis, atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis.
Periksa juga kadar elektrolit darah dan EKG bila tersedia untuk mencari terjadinya hiperkalemia, asidosis metabolik serta gangguan keseimbangan asam-basa.

Catatan :
Normal kadar ureum darah : 20 - 40 mg/dl, kreatinin N : 0,8 ? 1,1 mg/dl.
Indikasi dialisis :
Klinik :
Tanda-tanda uremik
Tanda-tanda volume overload
Pericardial friction rub
Pernafasan asidosis setelah rehidrasi

Indikasi laboratorium :
Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga didiagnosis melalui EKG)
Peningkatan ureum dengan uremic syndrome.

6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)
Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah endemis pada negara-negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria. Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada kulit berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung, gusi dan saluran pencernaan.
Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi.
Tindakan :
Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang.
Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 ? 20 ml /kgBB
Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia.
Perbaiki keadaan gizi penderita.

7. Edema paru
Edem paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut lainnya.
Edema paru terjadi akibat :
ARDS (Adult respiratory distress syndrome) [tanda-tanda ARDS: timbul akut, ada gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru, rasio PaO2:FiO2 < 200, tidak ada gejala gagal jantung kiri]
Over hidrasi akibat pemberian cairan.
ARDS terjadi secara tidak langsung karena peningkatan permeabilitas kapiler di paru.
ARDS dan overload cairan, keduanya dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.
Bentuk klinik ARDS : - Takipnoe (nafas cepat) pada fase awal
- Pernafasan dalam
- Sputum : ada darah dan berbusa.
- X-ray : ada bayangan pada kedua sisi paru dan hipoksaemia.
Perbedaan ARDS dengan fluid overload :
ARDS Fluid overload
Balans cairan Normal Input > output
CVP Normal Meninggi
Tekanan A. Pulmonal Normal Meninggi
JVP Normal Meninggi

Tindakan :
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Akibat ARDS
a. Pemberian oksigen
b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
2. Akibat over hidrasi :
- Pembatasan pemberian cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan tanda-tanda vital.
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.
- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan tidak cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :
? Posisi pasien ½ duduk.
? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.

8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)
Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia yang mempunyai prognosis jelek.
Tindakan :
1. Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb sangat menurun maka beri transfusi darah.
2. Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di rujuk.

9. Asidosis metabolik
Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang berbeda, termasuk diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi, disfungsi renal, peningkatan glikolisis, anemia, hipoksia, dan lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan bersamaan dengan komplikasi lain seperti : anemia berat, ARF, hipovolemia, udem paru dan hiperparasitemia yang ditandai dengan peningkatan respirasi (cepat dan dalam), penurunan PH dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan mengakibatkan kematian.
Tindakan :
a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb < 5 g%), maka beri transfusi darah segar atau PRC.
b. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15 lakukan koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat [hati-hati koreksi dengan bicarbonat dapat meningkatkan PaCO2] melalui IV-line (walau sebenarnya pemberian natrium bikarbonat masih kontroversial). Koreksi pH arterial harus dilakukan perlahan 1-2 jam
c. Bila sesak nafas, beri O2.
d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di rujuk

10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)
Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis intravascular dan hemoglobinuria yang dipresipitasi oleh primakuin dan obat-obat oksidan yang dipakai sebelum terkena malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya hemolisis. Tidak berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan. Blackwater biasanya sementara dan dapat berubah tanpa komplikasi. Namun dapat juga menjadi gagal ginjal akut dalam kasus-kasus yang berat.
Tindakan :
? Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.
? Bila Ht < 20 %, beri transfusi darah
? Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria.
? Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas hemodialisis.

11. Hiperparasitemia.
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit > 5 % dan adanya skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Tetapi di daerah endemik tinggi, sebagian anak-anak imun dapat mentoleransi densitas parasit tinggi (20-30 %) sering tanpa gejala.
Penderita dengan parasitemia tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi berat.
Tindakan :
1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.
2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang parasitemianya.
3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT) adalah :
? Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat
? Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat lainnya seperti : serebral malaria, ARF, ARDS, jaundice dan anemia berat.
? Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal.
? Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (misal : lanjut usia, adanya late stage parasites/skizon pada darah perifer)
4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis)

V. PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)

Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 ? 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.
OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah :
Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.

Pencegahan pada anak :
OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak digunakan untuk anak berumur < 2 tahun.

Pencegahan perorangan
Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin.
Cara pengobatannya :
- Bagi pendatang sementara :
Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria, selama berada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah malaria.
- Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :
Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu dianjurkan hanya untuk 3 ? 6 bulan saja.

Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.
Lihat tabel berikut :
Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal)
( frekuensi 1 x seminggu )
0 ? 1 ¼
1 ? 4 ½
5 ? 9 1
10 ? 14 1 ½
> 15 2

Pencegahan kelompok
Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau melalui pos obat desa (POD) yang di dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti malaria.
Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan.

VI. PROGNOSIS
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ
? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
? Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
? Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

VI. RUJUKAN PENDERITA

Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.
Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten.
Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS Propinsi.
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.

Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :
Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :
1. Malaria dengan komplikasi
2. Malaria congenital pada bayi
3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)

(infeksi.com)

Artikel tentang Penyakit Flu Burung

PENGENDALIAN INFEKSI PADA PERAWATAN FLU BURUNG

Mikroorganisme Penyebab:

HPAIV: Highly Pothogenic Avian Influenza Virus
Sumber infeksi:
Di Komunitas: Unggas
Di Rumah Sakit: Pasien?, Petugas Kesehatan?, Pengunjung?
Pejamu:
Di Rumah Sakit: Pasien?, Petugas Kesehatan?, Pengunjung?
Cara Penularan:
Kontak: Langsung dan tidak langsung
Penularan terjadi pada kontak langsung dari kulit pasien ke kulit pejamu rentan lain, dalam hal ini petugas kesehatan pada saat memandikan pasien atau melaksanakan tindakan keperawatan yang lain.
Secara tidak langsung dengan melibatkan benda perantara, yang biasanya benda mati seperti alat kesehatan, jarum, kasa pembalut, tangan yang tidak dicuci, sarung tangan bekas.
Droplet:
Meskipun secara teori penularan droplet atau melalui percikan merupakan bentuk lain dari penularan secara kontak, namun mekanisme perpindahan kuman patogen dari pejamunya sangat berbeda dengan sebagaimana kontak langsung maupun tidak langsung. Percikan dihasilkan oleh pejamu (yang berdiameter > 5m) melalui batuk, bersin, bicara dan selama pelaksanaan tindakan tertentu seperti penghisapan lendir dan bronkoskopi. Percikan yang berasal dari pejamu tersebut terbang dalam jerak dekat melalui udara dan mengendap di bagian tubuh pejamu lain yang rentan seperti: konjungtiva, mukosa hidung, atau mulut.
Oleh karena percikan yang mengandung kuman tersebut tidak menetap di udara maka untuk mencegah penyebaran lebih lanjut tidak diperlukan pengaturan khusus pada sistem ventilasi, jangan dikacaukan dengan penularan airborne.
Kewaspadaan terhadap penularan yang diperlukan
Kewaspadaan Universal
Memperlakukan semua darah dan duh tubuh sebagai bahan infeksius, hindari menjamahnya dengan tangan telanjang atau segera cuci bila mungkin tercemar
Cuci tangan (dengan air mengalir dan sabun/antiseptik, gosok selama 10 detik, dan lap kering) sebagai tindakan rutin: sebelum dan setelah menjamah pasien, seblum memakai dan setelah melepas sarung tangan
Sarung tangan pemeriksaan bila akan menjamah darah dan duh tubuh atau benda tercemar lain. Ganti sarung tangan setiap ganti pasien. Lepas segera sarung tangan setelah selesai tindakan.
Masker, kaca mata, pelindung wajah dikenakan bila ada kemungkinan terjadi percikan darah, duh tubuh lain selama melakukan tindakan atau perawatan pasien.
Kewaspadaan tambahan
terhadap penularan melalui kontak dan percikan (droplet)
Sebagai tambahan pada kewaspadaan universal
Penempatan pasien
Pasien ditempatkan dalam ruang tersendiri. Bila tidak tersedia ruang tersendiri dapat ditempatkan bersama pasien dengan diagnosis yang sama (kohort).
Alat pelindung yang diperlukan
Semua petugas kesehatan harus selalu mengenakan alat pelindung sbb:
ketika masuk ke ruang pasien:
Kenakan masker, penutup kepala, kaca mata pelindung, sarung tangan, gaun pelindung, sepatu pelindung, ketika memasuki ruang pasien
Selama melaksanakan tindakan, ganti sarung tangan setelah menjamah bahan infeksius.
Gaun pelindung (tidak perlu steril), pilih yang sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (kedap air atau tidak).
Lepas gaun sebelum meninggalkan ruangan dan pastikan baju kerja tidak terkontaminasi.
Lepas sarung tangan sebelum keluar ruangan dan cuci tangan segera dengan antiseptik dan pastikan setelahnya tidak lagi menjamah permukaan di ruang pasien yang mungkin tercemar.
Demikian pula dengan alat pelindung yang lain
Transportasi Pasien
Batasi pemindahan pasien ke ruang lain kecuali sangat diperlukan. Bila terpaksa maka pasien kenakan masker pada pasien dan selimut bersih rapat, pastikan kewaspadaan universal tetap terjaga untuk menekan risiko penyebaran mikroorganisme ke pasien lain dan pencemaran permukaan lingkungan atau peralatan lain.
Alat kesehatan untuk pasien
Bila mungkin alokasikan alat kesehatan khusus untuk pasien tersebut atau bersama dengan pasien sejenis untuk menghindari penyebaran antar pasien. Bila menggunakan alat untuk pasien umum, maka perlu pembersihan yang memadai dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.



INFORMASI TENTANG FLU-BURUNG

1. Apa yang disebut Flu-Burung ?

Flu Burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza yang menyerang burung/unggas/ayam . Salah satu tipe yang perlu diwaspadai adalah yang disebabkan oleh virus influenza dengan kode genetik H5N1 (H=Haemagglutinin, N=Neuramidase) yang selain dapat menular dari burung ke burung ternyata dapat pula menular dari burung ke manusia.

2. Siapa yang harus diwaspadai ? Dan bagaimana gejala klinisnya apabila menyerang manusia ?
Yang harus diwaspadai adalah
a) apabila seseorang bekerja di laboratorium yang memproses sample dari pasien atau binatang yang terinfeksi atau
b) 1 minggu yang lalu bekerja atau mengunjungi peternakan/tempat penyembelihan ayam/unggas di daerah yang terjangkit atau
c) kontak dengan penderita Flu Burung HPAI (Highly pathogenic Avian Influenza) atau lebih spesifik virus H5N1 pada saat penyakit itu mudah menular dan kemudian menderita penyakit dengan gejala : panas lebih dari 38 derajat celcius, batuk, dan sakit tenggorokan. Pasien seperti ini oleh WHO disebut Possible case of Influenza A (H5N1).
Keadaan itu dapat menjadi semakin berat jika timbul pneumonia disertai sesak nafas (radang paru) dan menyebabkan angka kematian yang tinggi (Tahun 1997 di Hongkong angka kematiannya 33,33% , atau 6 dari 18 kasus).

3. Berapa lama masa inkubasinya ? Dan apabila mengenai manusia berapa lama masa infeksiusnya ?
a) Masa inkubasinya sangat singkat yaitu 1 – 3 hari,
b) Meskipun belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia , masa infeksiusnya (masa dimana penderita Avian Flu H5N1 diperkirakan mampu menularkan virus) adalah 1 hari sebelum tampak gejalanya dan 3-5 hari setelah tampak gejalanya dengan maksimum 7 hari (tetapi ada kepustakaan yang menyebutkan sampai 21 hari pada anak-anak).

4. Apakah penyakit itu menular dari menusia ke manusia seperti SARS ?
Sampai saat ini penularan dari manusia ke manusia belum terbukti. Sejauh ini penularan yang terjadi adalah dari burung/unggas/ayam yang terjangkit Flu-Burung ke manusia melalui kotoran atau sekreta burung yang mencemari udara dan tangan penjamah. Akan tetapi dari segi penyebaran wabah yang dikhawatirkan adalah jika Flu-Burung mengalami mutasi gen dan menjadi menular dari manusia ke manusia seperti yang terjadi pada SARS.
5. Siapa yang paling berisiko tinggi tertular Flu Burung ?
Mereka yang risiko tinggi adalah pekerja peternakan, penjual dan penjamah produk peternakan unggas/burung/ ayam. Pekerja laboratorium yang meneliti penyakit tersebut juga berisiko tinggi tertular. Anak-anak dan mereka yang berusia lanjut (60 tahun lebih) serta mereka yang dalam kondisi kekebalan rendah (pengguna obat steroid jangka panjang, obat sitostatika untuk kanker) merupakan kelompok yang rawan untuk terkena penyakit yang berat

6. Bagaimana pencegahannya ?
Rekomendasi sementara untuk pencegahan bagi mereka yang terlibat dalam peternakan/penyembelihan unggas/burung/ayam secara masal terutama di daerah terjangkit yang dikeluarkan oleh WHO/WPRO Manila 14 Januari 2004 intinya adalah sbb . :
a) Basuh tangan sesering mungkin, penjamah sebaiknya juga melakukan disinfeksi tangan (dapat dengan alcohol 70%, atau larutan pemutih/khlorin 0,5%untuk alat2/instrumen)
b) Gunakan alat pelindung perorangan seperti masker, sarung tangan, kaca mata pelindung, sepatu pelindung dan baju pelindung pada waktu melaksanakan tugas dipeternakan yang terjangkit atau di laboratorium
c) Mereka yang terpajan dengan unggas/burung/ayam yang diduga terjangkit sebaiknya dilakukan vaksinasi dengan vaksin influenza manusia yang dianjurkan oleh WHO dalam rangka mencegah infeksi campuran Flu-Manusia dengan Flu-Burung , yang kemungkinan dapat menyebabkan jenis virus Flu-Burung baru yang dapat menginfeksi manusia.
d) Lakukan pengamatan pasif terhadap kesehatan mereka yang terpajan dan keluarganya. Perhatikan keluhan-keluhan seperti Flu, radang mata, keluhan pernafasan). Orang berisiko tinggi terkena influenza yaitu mereka yang berusia lebih 60 tahun , atau berpenyakit paru dan jantung kronis tidak boleh bekerja di peternakan unggas/burung/ayam.
e) Lakukan survei serologis pada mereka yang terpajan termasuk kepada dokter-hewan
f) Jika terdapat risiko untuk menghirup udara yang tercemar di peternakan /tempat penyembelihan yang terjangkit , diajurkan pencegahan dengan obat antiviral (antara lain dengan Oseltamivir 75 mg dalam kapsul , 1 kali sehari selama 7 hari).
g) Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dan mengisolasi virus penyebabnya : Kirimkan spesimen darah dan alat-alat dalam (usus, hati, hapusan hidung dan mulut, trachea, paru, limpa, ginjal, otak dan jantung) binatang yang diduga terjangkit penyakit itu (termasuk babi) ke laboratorium yang berwenang.

7. Apakah memakan daging ayam atau unggas dapat menularkan penyakit Flu-Burung ?
Kotoran dan sekreta cairan unggas yang terjangkit dapat menularkan apabila tidak di masak.
Pemanasan 90 derajat celcius dalam waktu 1 menit dapat mematikan virus tersebut.
Sumber : WHO : Avian Influenza-Fact Sheet 15 January 2004
Draft Case-Definitions Influenza A/H5N1.

(infeksi.com)


Artikel tentang Penyakit Filariasis

Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun ( kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga, masyarakat dan negara. Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas

WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global ( The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020 (. Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah.

Cara Penularan :
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria ) sewaktu menghisap darah penderita mengandung microfilaria atau binatang reservoir yang mengandung microfilaria. Siklus Penularan penyakit kaiki gajah ini melalui dua tahap, yaitu perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector ) dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh manusia (hospes) dan reservoair.
Gejala klinis Filariais Akut adalah berupa ; Demam berulang-ulang selama 3 ? 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiap (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).

Diagnosis
Filariasis dapat ditegakkan secara Klinis ; yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis ; dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria. Pencegahan ; adalah dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vector ( mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu bula akan sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk baker, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk ; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk ; membersihkan semak-semak disekitar rumah.

Pengobatan :
secara massal dilakukan didaeah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5 ? 10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol ; dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai < 1 % ; secara individual / selektif; dilakukan pada kasus klinis, baik stadium dini maupun stadium lanjut, jenis dan obat tergantung dari keadaan kasus.

(infeksi.com)

Artikel tentang Penyakit Diare

Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa ) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dpt ditekan seminimal mungkin. Pada bulan Oktober 1992 ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera 0139 yang kemudian digantikan Vibrio cholera strain El Tor di tahun 1993 dan kemudian menghilang dalam tahun 1995-1996, kecuali di India dan Bangladesh yang masih ditemukan. Sedangkan E. Coli 0157 sebagai penyebab diare berdarah dan HUS ( Haemolytic Uremia Syndrome ). KLB pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika selatan dan Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas belum pernah terdeksi.

Defenisi
Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1 hari.

Faktor yang mempengaruhi diare :
Lingkungan Gizi Kependudukan
Pendidikan Sosial Ekonomi dan Prilaku Masyarakat
Penyebab terjadinya diare :
Peradangan usus oleh agen penyebab :

1. Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa)
2. Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia
3. Kurang gizi
4. Alergi terhadap susu
5. Immuno defesiensi

Cara penularan :
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan.

Istilah diare :
Diare akut = kurang dari 2 minggu
Diare Persisten = lebih dari 2 minggu
Disentri = diare disertai darah dengan ataupun tanpa lendir
Kholera = diare dimana tinjanya terdapat bakteri Cholera
Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif :
Tatalaksana penderita diare di rumah
Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit)
Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare.
Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau :
1. buang air besar makin sering dan banyak sekali
2. muntah terus menerus
3. rasa haus yang nyata
4. tidak dapat minum atau makan
5. demam tinggi
6. ada darah dalam tinja

Kriteria KLB/Diare :
Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). - Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). - CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya.

Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.

1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik.
2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan :

Pengamatan :
Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga
Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.
Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya
Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan.
Penyuluhahn baik perorang maupun keluarga
Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap

2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
Tugas pusat rehidrasi :
Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb.
Memberikan data penderita ke Petugas TGC
Mengatur logistik
Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi.
Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.

(infeksi.com)

Artikel tentang Penyakit Demam Berdarah

Gambaran Klinis
Demam yang akut, selama 2 hingga 7 hari, dengan 2 atau lebih gejala ? gejala berikut : nyeri kepala, , nyeri otot, nyeri persendian, bintik-bintik pada kulit sebagai manifestasi perdarahan dan leukopenia.

Kriteria Untuk Diagnosa Laboratorium
Satu atau lebih dari hal-hal berikut :
Isolasi virus dengue dari serum, plasma, leukosit ataupun otopsi.
Ditemukannya anti bodi IgG ataupun AgM yang meningkatkan tinggi titernya mencapai empat kali lipat terhadap satu atau lebih antigen dengue dalam spesimen serta berpadangan.
Dibuktikan adanya virus dengue dari jaringan otopsi dengan cara immunokimiawi atau dengan cara immuno-flouresens, ataupun didalam spesimen serum dengan uji ELISA
Dibuktikan dengan keberadaan gambaran genomic sekuen virus dari jaringan otopsi, sediaan serum atau cairan serebro spinal (CSS), dengan uji Polymerase Chain Reaction ( PCR).

Klarifikasi Kasus
Dicurigai sebagai kasus : Yaitu kasus yang jelas dengan melihat gejala klinisnya.
Kemungkinan sebagai Kaus : ialah kasus yang menunjukkan gejala klinis dan didukung oleh satu atau lebih dari ;
Uji serologi berupa munculnya titer anti bodi dengan hemaglutinasi ? inhibisi 1280 atau lebih yang sebanding dengan titer positif IgG dengan uji ELISA, ataupun titer positif zat anti bodi IgM pada fase akhir yang akut pada fase konvalesens.
Munculnya kasus DD lain dilokasi dan waktu yang sama
Kasus yang Pasti : ialah kasus yang secara klinis benar, serta didukung pula kebenarannya secara laboratoris.
Kriteria Untuk Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah kasus tersangka ataupun kasus yang pasti dari dengue dengan kecenderungan perdarahan disertai adanya satu atau lebih dari hal ? hal berikut :

Tes Tourniquet yang positif.
Adanya perdarahan dalam bentuk petekiae, ekimosis atau purpura.
Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrrointestinal, tempat suntikan atau ditempat lainnya.
Hematemesis atau melena
Dan trombositopenia ( < 100.000 per mm3)
Dan perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permiabilitas dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculya satu atau lebih dari :
Kenaikan nilai 20 % (hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis kelamin)
Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah pengobatan.
Tanda ? tanda perembesan plasma ( yaitu, efusi pleura, asites, hipoproteinaemia

2. Sindrom Syok Dengue (SSD)
Mencakup semua kriteria DBD diatas ditambah lagi dengan munculnya gangguan sirkulasi darah dengan tanda-tanda denyut nadi menjadi lemah dan cepat, menyempitnya tekanan nadi (20 mmHg atau kurang) atau hipotesi berdasar umur, kedinginan, keringat dingin dan gelisah.


DHF / DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah.

Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis. Kejadian penyakit DBD semakin tahun semakin meningkat dengan manifestasi klinis yang berbeda mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yang dikenal dengan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).

Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk didalamnya Demam Berdarah Dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Dalam praktek sehati-hari, pada saat pertama kali penderita masuk rumah sakit tidaklah mudah untuk memprediksikan apakah penderita Demam Dengue tersebut akan bermanifestasi menjadi ringan atau berat. Infeksi sekunder dengan serotipe virus dengue yang berbeda dari sebelumnya merupakan faktor resiko terjadinya manifestasi Deman Berdarah Dengue yang berat atau Dengue Shock Syndrome (DSS).
Namun sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus Dengue masih belum jelas, banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkugan (environment) dan faktor virusnya sendiri.

Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun.
Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk).

Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4. Penelitian terhadap epidemi Dengue di Nicaragua tahun 1998, menyimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada daerah geografi dan serotipe virusnya..

Untuk menegakkan diagnosa infeksi virus Dengue diperlukan dua kriteria yaitu kriteria klinik dan kriteria laboratorium (WHO, 1997).

Pengembangan tehnologi laboratorium untuk mendiagnosa infeksi virus Dengue terus berlanjut hingga sensitivitas dan spesifitasnya menjadi lebih bagus dengan waktu yang cepat pula. Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu : uji serologi, isolasi virus, deteksi antigen dan deteksi RNA/DNA menggunakan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR). (Mariyam, 1999).

Wabah Dengue yang baru terjadi di Bangladesh yang diidentifikasi dengan PCR ternyata Den-3 yang dominan. Sedangkan wabah di Salta Argentina pada tahun 1997 ditemukan bahwa serotipe Den-2 yang menyebabkan transmisinya. Sistem surveillance Dengue di Nicaragua pada bulan Juli hingga Desember 1998 mengambil sampel dari beberapa rumah sakit dan pusat kesehatan (Health Center) yang terdapat pada berbagai lokasi menghasilkan temuan 87% DF, 7% DHF, 3% DSS, 3% DSAS. Den-3 paling dominan, Den-2 paling sedikit. Disimpulkan bahwa epidemiologi Dengue dapat berbeda tergantung pada wilayah geografi dan serotipe virusnya.

Virus Dengue
Virus Dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, 2, 3 dan 4. Struktur antigen ke-4 serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang.. Variasi genetik yang berbeda pada ke-4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen codon, variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6 ? 11,0 % pada tingkat nukleotida dan 1,3 ? 7,7 % untuk tingkat protein (Fu et al, 1992). Perbedaan urutan nukleotida ini ternyata menyebabkan variasi dalam sifat biologis dan antigenitasnya.
Virus Dengue yang genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari protein struktural dan non-struktural. Protein struktural yang terdiri dari protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25% dari total protein, sedangkan protein non-struktural merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 ? NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein non-struktural yang paling berperan adalah protein NS-1.

Vektor
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae.) dari ssubgenus Stegomyia. Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae. albopictus, Ae. polynesiensis, anggota dari Ae. Scutellaris complex, dan Ae. (Finlaya) niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Kecuali Ae. aegyti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus Dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae. aegypti. (WHO, 2000)

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi. Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, hingga yang paling berat yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS), (Soegijanto, 2000). Diagnosis Demam Berdarah Dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).

Kriteria Klinis

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 1-7 hari.
Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
? Uji tourniquet positif
? Petekia, ekimosis, purpura
? Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
? Hematemesis dan atau melena
? Hematuria
Pembesaran hati (hepatomegali).
Manifestasi syok/renjatan

Kriteria Laboratoris :

Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
Hemokonsentrasi (kenaikan Ht > 20%)

Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat, yaitu :
Derajat I:
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.

Derajat II :
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.

Derajat III:
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.

Derajat IV :
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Patogenesis dan Patofisiologi
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan patofisiologis yang menyolok, yaitu
Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD, namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan dengan adanaya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi Dengue sebelumnya. Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (WHO, 2000).

Epidemiologi Molekuler
Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis, oleh karena peningkatan jumlah penderita, menyebarluasnya daerah yang terkena wabah dan manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yaitu Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) danb Dengue Shock Syndrome (DSS).
Antara tahun 1975 dan 1995, DD/DBD terdeteksi keberadaannya di 102 negara di dari lima wilayah WHO yaitu : 20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Mediterania Timur dan 29 negara di Pasifik Barat. Seluruh wilayah tropis di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis dengan ke-empat serotipe virus secara bersama-sama diwilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika. Indonesia, Myanmar, Thailand masuk kategori A yaitu : KLB/wabah siklis) terulang pada jangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Menyebar sampai daerah pedesaan, sirkulasi serotipe virus beragam (WHO, 2000).

(infeksi.com)